Seminar Enlightening Parenting Bersama Hardini Swastiana
October 29, 2016ibubahagia.com - 22/10/12. Bagi sebagian orang ikut seminar-seminar parenting itu penting. Ada juga sebagian lainnya menganggap enggak penting. Buibu termasuk bagian yang mana? Hehe... Ya, biasanya yang menganggap enggak penting karena beranggapan mendidik anak bakal bisa dengan sendirinya. Seperti orang tua terdahulu, kan pembahasan soal parenting belum ada atau belum semarak sekarang. Bukannya makin banyak pengetahuan malah makin bingung plus jadi idealis?
Lain halnya dengan orang tua yang hobi
menghadiri seminar parenting. Mereka menganggap bahwa jaman tak lagi sama. Yang
dulu enggak ada, sekarang ada. Seperti internet, game online, tayangan kartun
yang enggak sesuai usia anak, dan sebagainya. Mungkinkah masih menggunakan cara
atau pola asuh yang sama dengan orang tua kita terdahulu?
Oleh karena alasan inilah akhirnya saya masuk
dalam barisan orang tua hobi hadir di seminar parenting, hehe. Awalnya sempat
ragu bahkan memutuskan enggak jadi datang karena sesuatu dan lain hal, tapi
kemudian ada teman yang udah beli tiket enggak bisa hadir. Jadilah saya yang
menggantikan, dengan sedikit memaksakan diri untuk duduk manis di acara yang diadakan oleh Pustaka Lana.
Dan ini merupakan rejeki sekaligus hidayah
buat saya. Hidayah? Yoi, percuma kalau kita sibuk berdo’a meminta jadi orang
tua terbaik buat anak-anak kita, sementara kita enggak ikhtiar menjemput
petunjuk/hidayah tersebut. Jadi ternyata penting memaksakan diri buat ikut event-event seperti ini. Walhasil di akhir acara saya sempat meneteskan air
mata, ingin memeluk anak-anak segera. Penasaran dengan ulasannya? Yuk disimak.
"Perubahanku mengubah anakku."
Itulah Quotes pertama yang saya dengar
dari Mba Dini (Salah satu penulis buku Enlightening Parenting). Dulunya beberapa
teman-teman penulis buku “Enlightening Parenting,” adalah ortu melengking. Ada juga
yang pernah nabok anak, nyubit dan sebagainya. Walhasil rumah menjadi tidak nyaman.
“Mending mama kerja aja!”Anak-anak justru merasa lebih nyaman saat orang tua
mereka enggak berada di rumah. Ada juga yang berefek seperti video di bawah
ini:
Jika hal di atas sudah terjadi, maka “Perubahanku
mengubah anakku.” Introspeksi diri, bagaimana kita sebagai orang tua bersikap
pada anak-anak kita. Karena anak-anak memperhatikan kita 24 jam. Anak-anak bisa
salah mendengar tapi enggak pernah keliru untuk meniru. Bagaimana kita
berinteraksi dengan orang selama ini? Ubah maka anak pun akan berubah. Mba Dini
juga meyakinkan, bukan Psikolog pun kita bisa encourage mengasuh anak-anak kita.
"Anak-anak bisa salah mendengar tapi enggak pernah keliru untuk meniru."
Kenapa
Perlu Belajar Ilmu Parenting
Seperti yang saya tulis di atas. Karena
jamannya udah berbeda kata Mba Dini. Beda dengan waktu kita kecil. Dulu belum ada internet,
game online, dan sebagainya. “Jika anak keranjingan main game, biasanya sedikit
dalam bergerak. Sedikit bergerak akan mempengaruhi emosi anak, padahal usia di
bawah 5th memerlukan aktifitas motorik kasar yang banyak. Anak yang banyak
gerak bisa mengcreat emosi dengan lebih baik,” jelas working mom yang memiliki 1 anak ini.
Mba Dini melanjutkan, “LGBT sudah seperti
setan mempengaruhi Nabi Adam. Sasarannya adalah anak-anak lonely, sedih,
murung. Hati-hati aplikasi gratis, biasanya ditunggangi pornografi.”
·
Sudah
siapkah Anda?
·
Sudah
punya ilmunya? Memadai atau belum?
·
Sudah
punya penangkal?
· Sudah
tahu cara menangani anak yang dibully atau kecanduan pornografi?
· Apakah
kita sumber terpercaya?
· Sudah
bisa membuat anak fokus pada solusi?
Orang tua itu seorang marketer. Jualan nilai/value. Apa value kita? Al-Qur'an. Jadi harus paham Al-Qur'an sebelum menjelaskan pada anak.
Jleb, jleb enggak sih? Saya jadi teringat
sesuatu, belajar tahsin berhenti di tengah jalan dan belum dilanjutkan. Masih
baca-baca arti ayat, belum sampai ke level tafsir, hafalan juga masih
kacangan, hiks. Padahal kata Mba Dini, “Ingin anak hafidz, kita harus semangat
juga menghafalkan. Mungkin anak akan berbeda dengan kita. Mereka luar biasa,
biasanya bisa cepat menghafal. Tapi yang dilihat anak bukan hafalan kita, tapi
ikhtiar kita! Jleb lagi.
Yang dilihat anak bukan hafalan kita, tapi ikhtiar kita!
Pernahkah
Anda Bertanya?
·
Apa
harapan anak pada Anda
·
Bagaimana
persepsi anak terhadap Anda
·
Tuhan
menginginkan Anda memperlakukan miliknya seperti apa?
Anak adalah tamu istimewa yang datang kepada kita atas ijin Tuhan
Tamu biasa kita perlakukan dengan baik,
bagaimana dengan anak kita? Atau jika Bapak Ridwan Kamil yang datang, bagaimana
kita memperlakukan beliau?
Bagaimana kita memperlakukan anak waktu kecil akan terlihat pada perilaku mereka di usia 12th, saat kita tua dan saat mereka memperlakukan anak-anak mereka.
Kekeliruan
Pengasuhan
1. Tidak mengambil tanggung jawab.
Misal anak jatuh yang dimarahi lantai. Anak kejedot pintu,
pintuyang dimarahi.
2. Kalau pintar harus “minterin” orang
Seperti kisah kancil yang ingin menyebrang sungai. Saat menyebrang
kancil menginjak sekawanan buaya, setelah berhasil ke seberang kancil pun
dengan bangga sambil melambai-lambai ke buaya. Cerdik/pintar bukanlah demikian.
3. Bohong
Anak dilarang berbohong, sementara di lain waktu “Bilang Mama
enggak ada di rumah ya.”
4. Labelling
Saya ini orangnya enggak sabaran. Saya orangnya pemarah. Padahal
kan tidak 24 jam. Marah mungkin hanya pada saat kita capek. “Mungkin enggak
saya marah saat saya enggak capek. Pernah enggak saya capek tapi enggak marah.
Oh ternyata saya enggak pemarah kok.”
5. Fokus pada kekurangan/masalah
Good habit jika tidak diapresiasi akan hilang. Bad habit jika
tidak ditegur akan jadi kebiasaan.
6. Mengancam tapi tidak dilakukan
Ancaman jika tidak dilakukan akan berefek pada ketidakpercayaan anak
pada ortu. Meski sebaiknya mengancaman dihindari, tapi jika sudah terlanjur,
lakukanlah.
7. Menanamkan belief yang salah
- Anak belum baligh melakukan kekeliruan atau tidak melakukan sesuai harapan , dibilang 'nanti masuk neraka loh', padahal kalo Anak belum baligh meninggal, masuk neraka atau jannah?
- Mau mengajari Anak belajar matematika, dibilang "belajar yang sungguh2, matematika Itu susah loh", yang menganggap matematika Itu susah adalah yang ngomong, anak2 masih netral, malah dikasih pemahaman diawal bahwa matematika Itu susah
- Mau mengajari Anak belajar matematika, dibilang "belajar yang sungguh2, matematika Itu susah loh", yang menganggap matematika Itu susah adalah yang ngomong, anak2 masih netral, malah dikasih pemahaman diawal bahwa matematika Itu susah
8. Solusi disuapi
Banyak ngasih arahan tapi enggak ngasih kesempatan anak untuk
berfikirMisal, gelas pecah. Jika bertanya, “Kenapa gelasnya pecah?” Kemungkinan
bisa bohong/enggak. Coba ubah, “Bagaimana kejadiannya? Apa yang dilakukan agar
tidak terjadi lagi?” Sehingga anak bisa menceritakan sikon saat itu dan anak
diajak berfikir untuk menemukan solusi dari permasalahan yang sedang ia hadapi.
9. Malas
Karena enggak mau repot anak disuguhi moving picture (tv, video) & gadget.
10. Fokus pada dunia
Ngenalin Harry Potter dulu daripada sirah nabi.
Pada sesi ini kami diminta menuliskan visi dan misi keluarga di kertas hvs plus kekeliruan pengasuhan yang selama ini sudah diterapkan di rumah di kertas kecil.
Pada sesi ini kami diminta menuliskan visi dan misi keluarga di kertas hvs plus kekeliruan pengasuhan yang selama ini sudah diterapkan di rumah di kertas kecil.
Raising children dimulai dari memilih pasangan.
Anda
Ada Di Mana?
- · Apakah sudah melakukan kekeliruan pengasuhan? Apa yang selanjutnya akan Anda lakukan?
- · Sudahkah menyamakan persepsi ayah dan ibu serta keluarga?
- · Sudahkah memiliki visi misi keluarga yang tertulis?
Prinsip
Parenting
- Potensi Baik (Fitrah)
Anak bukan kertas kosong, potensi anak sudah baik. Tugas orang
tualah yang menjaga, menjadi teladan, mengingatkan dan memperbaiki. Perlu
ketajaman indera untuk melihat. Melarang hanya boleh 2 hal; pertama, yang
membahayakan. Kedua, melanggar adat kesopanan. Selain itu adalah cara anak
mengeksplorasi.
- Sabar
Bentakan sama dengan kekerasan fisik atau pelecahan seksual!
Mendidik tidak mendadak.
- Kasih Sayang
Mengingatkan anak atau hanya karena nafsu yang ingin dituruti? Effort
di 6th pertama memang luar biasa. Namun hasilnya akan terlihat nantinya.
Mari berubah! Selesaikan emosinya, fokus pada tujuan, bangun kedekatan, gunakan ketajaman indera, dan punyai kemampuan flexibility behavior
Kenapa kita marah-marah. Detox hati dan
pikiran. Kita adalah pembully terbesar diri kita, dan kita adalah pembully
terbesar anak-anak kita. Mau berubah atau tidak, dan berubah itu butuh effort.
Kalau memang anak prioritas utama maka
berubahlah dan fokus pada tujuan.
》》》 Buat Well Formed Outcome: Visi Misi
Keluarga
-
Diri
sendiri sebagai pelaku (enggak bergantung dengan orang lain)
-
Be specific
(terukur dan bisa dipahami)
-
Kalimat
positif yang memberi arah
-
Ekologis
atau selaras (tidak merugikan)
Kita adalah pembully terbesar diri kita, dan kita adalah pembully terbesar anak-anak kita
Untuk partner komunikasi, sering-seringlah
berterimakasih, memuji, mendengar, menerima dan meminta maaf. Nilai jelek,
bukan berarti semua salah, ada benarnya. Puji yang benarnya dulu. Mendengar
bukan untuk merespon tapi untuk paham. Berupaya lebih peka (perubahan ekspresi,
pemilihan kata, tone suara, perubahan emosi). Dan tak selalu stimulus A
dihadapi dengan cara A. Bisa dengan cara B, C, D, bahkan hingga Z. Bangun
kedekatan dengan anak. Fokus pada hal baik, dan jika perlu berikan minimal 15
menit sehari ekslusif untuk masing-masing anak.
Apapun pola pengasuhan ortu kita, kita bisa meng-cut untuk tidak melakukan hal yang sama pada anak-anak kita. Allah enggak akan pernah enggak ngereward ikhtiar kita yang niatnya baik.
Sesi
Tanya-Jawab:
Pertanyaan #1
Mengenai solusi disuapi. Bisa dimulai pada
usia berapa? Masih kesulitan membangunkan anak untuk berangkat ke sekolah.
Jawaban:
Anak-anak secara psikologis sudah diajari
untuk memilih. Termasuk memilih solusi. Misal pake baju, mau pilih yang mana.
1,5th pilihan bisa 3. Sebelumnya 2 pilihan. Jaga ekspresi dan sabar. Memang perlu
dilatih. Saat ingin ada perubahan jangan berharap semua bisa berubah dengan
cepat. Perubahan itu biasanya enggak nyaman/menyenangkan.
Pertanyaan #2
Resign setelah 15th bekerja, lalu full
time di rumah. Tapi merasa tidak ada perkembangan yang signifikan di rumah. Seperti
anak saya yang sulit sekali disuruh berhenti nonton tv (menonton tv sudah
menjadi kebiasaan saat anak diasuh mertua).
Jawaban:
Tujuan resign apa? Karena mau ngasuh anak
100%?
Potensi terbaik sudah optimalkah?
1. Ekspektasi terhadap anak harus dimanage.
Sudahkah kita persiapkan lingkungan yang sesuai untuk mendukung ekspektasi itu.
2. Siapkan subtitusi
Pas udah resign semua bisa jadi langsung
oke? Sabar itu enggak hanya menahan amarah tapi juga saat menjalani prosesnya
juga.
Selesai juga seminar parenting hari itu. Ada satu video lagi tapi saya belum nemuin, hehe. Tapi video itu berhasil bikin saya meneteskan air mata. hiks. Tak lupa seperti biasa sebelum pulang, mari bercheese ria!
21 Comments
Jazakillah, Uni...
ReplyDeleteSharing begini penting banget buat Ibu yg terutama bekerja di ranah domestik aja, kaya aku.
Semoga kita bisa menjadi orangtua yg bahagia.
*kaya tagline blog Uni.
Ga juga ko mba, mba dini working mom lho ;)
DeleteWaiyyaki mba,, aamiin
Bagaimana kita memperlakukan anak waktu kecil akan terlihat pada perilaku mereka di usia 12th, saat kita tua dan saat mereka memperlakukan anak-anak mereka. *kalimat ini pengen saya copas ke orangtua saya biar merekaga nyalahin saya terus*
ReplyDeleteSering disalahin ortu mba? Mudah2an mba ga balik nyalahin ya. Jgn kyk saya, hehe
DeleteMendidik anak itu susah-susah seru, jatuh benjol dan harus banyak berdamai dengan diri sendiri.
ReplyDeleteBener banget mb
DeleteWah...makasih mbak ilmunya. Bermanfaat banget buat saya pribadi. Pingin banget dateng ke acara seminar parenting kayak gini. Tapi karena anak yang kalo diajak ke acara macam ini suka rewel, jadi saya belum bisa datengin deh. :)
ReplyDeleteIya ya mba, ternyata mencari ilmu pun ada adabnya. Kalo anak2 blm bs kooperatif atau ga bs dtitipin, mending jangan dulu
DeleteMba Shona, materinya menarik sekali. Anak adalah cerminan kita sebagai orangtua ya mba. Anak adalah peniru. Smoga peniru yang baik baik ya mba
ReplyDeleteAamiin..
Deleteorang tua bisa jadi pembully terbesar dlm hidup anak.Astagfirullah, benar juga mba..kadang sebagai ortu saya ngga sadar omongan saya termasuk ngebully ke anak. Duh, mesti belajar lagi, lebih sabar lagi
ReplyDeleteBetul mba, apalagi pas lagi kesel ya hiks
Deleteketika mendidik anak, baiknya kita mengarahkan bakatnya atau kita mencari bakatnya dan kemudian merawatnya?
ReplyDeletebanyak kan orang-orang 'sukses' seperti Tiger Wood, Valentino Rossi yang memang diarahkan sejak kecil untuk jadi juara dunia.
thank
Pernah denger kalo bakat benar2 baru akan ditemukan di usia 12th, jd tugas ortu memfasilitasi hingga usia itu
DeletePR banget buat ortu tetapi semuanya disesuaikan dengan karakter anak pintar2 ortu menyesuaikan pola asuhnya :) materinya menarik Na
ReplyDeleteJadi ortu kudu pinter ya va..
Deletetertampar-tampar dah bacanya T_T sekarang lagi kebablasan ngasuh Khalil nyambi ngetik dan pegang hape, jadi langsung kebayang ntar gua tua trus diperlakukan anak begitu juga, gimana rasanya ya. Semangat berubah lebih baik!
ReplyDeleteSama mak, kadang masih suka gitu. Apalagi udah jd kebiasaan, ngerubahnya itu lho, pr besar, huhu
Deleteaku meskipun belom punya momongan tapi terkadang suka ikutan seminar parenting untuk nambah wawasan
ReplyDeleteKeren mba! Jadi pas punya anak tinggal aplikasi aja
DeleteSubhanallah seminar parentingnya bagus banget dan mengingatkan saya ada beberapa yang masih salah dalam pengasuhan. Benar-benar enlightening. Makasih banyak ya udah bikin report yang super lengkap.
ReplyDelete